Penjelasan PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Penjelasan PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Penjelasan PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1975



TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UMUM:
Untuk melaksanakanUndang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diundangkan padatanggal 2 Januari 1974 secara efektif masih diperlukan peraturan-peraturanpelaksanaan, antara lain yang menyangkut masalah pencatatan perkawinan,tatacara pelaksanaan perkawinan, tatacara perceraian, cara mengajukan gugatanperceraian, tenggang waktu bagi wanita yang mengalami putus perkawinan,pembatalan perkawinan dan ketentuan dalam hal seorang suami beristeri lebihdari seorang dan sebagainya.
Peraturan Pemerintah inimemuat ketentuan-ketentuan tentang masalah-masalah tersebut, yang diharapkanakan dapat memperlancar dan mengamankan pelaksanaan dari Undang-undangtersebut. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah ini maka telah pastilah saat mulainyapelaksanaan secara efektif dari Undang-undang Nomor 1 tersebut, ialah padatanggal 1 Oktober 1975.
Karena untuk melaksanakanPeraturan Pemerintah ini diperlukan langkah-langkah persiapan dan serangkaianpetunjuk petunjuk pelaksanaan dari berbagai Departemen/Instansi yangbersangkutan, khususnya dari Departemen Agama, Departemen Kehakiman danDepartemen Dalam Negeri, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib danlancar, maka perlu ditetapkan jangka waktu enam bulan sejak diundangkannyaPeraturan Pemerintah ini untuk mengadakan langkah-langkah persiapan tersebut.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1) dan Ayat (2)
Dengan adanya ketentuan tersebut dalam pasal ini maka pencatatan perkawinan dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk, dan Kantor Catatan Sipil atau instansi/pejabat yang membantunya.
Ayat (3)
Dengan demikian maka hal-hal yang berhubungan dengan tata cara pencatatan perkawinan pada dasarnya dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut dari Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini, sedangkan ketentuan-ketentuan khusus yang menyangkut tata cara pencatatan perkawinan yang diatur dalam berbagai peraturan, merupakan pelengkap bagi Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Apabila terdapat alasan yang sangat penting untuk segera melangsungkan perkawinan meskipun belum lampau 10 (sepuluh) hari, misalnya karena salah seorang dari calon mempelai akan segerapergi ke luar negeri untuk melaksanakan tugas negara, maka yang demikian itu dimungkinkan dengan mengajukan permohonan dispensasi.

Pasal 4
Pada prinsipnya kehendak untuk melangsungkan perkawinan harus dilakukan secara lisan oleh salah satu atau kedua calon mempelai, atau oleh orang tuanya atau wakilnya. Tetapi apabila karena sesuatu alasan yang sah pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan secara lisan itu tidak mungkin dilakukan, maka pemberitahuan dapat dilakukan secara tertulis. Selain itu maka yang dapat mewakili calon mempelai untuk memberitahukan kehendak melangsungkan perkawinan adalah wali atau orang lain yang ditunjuk berdasarkan kuasa khusus.

Pasal 5
Bagi mereka yang memiliki nama kecil dan nama keluarga, maka dalam pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, dicantumkan baik nama kecil maupun nama keluarga. Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki nama keluarga, maka cukup mencantumkan nama kecilnya saja ataupun namanya saja.
Tidak adanya nama kecil atau nama keluarga sekali-kali tidak dapat dijadikan alasan untuk penolakan berlangsungnya perkawinan.
Hal-hal yang harus dimuat dalam pemberitahuan tersebut merupakan ketentuan minimal, sehingga masih dimungkinkan ditambahkannya hal-hal lain, misalnya mengenai wali nikah, bagi mereka yang beragama Islam.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf f:
Surat kematian diberikan oleh Lurah/Kepala Desa yang meliputi wilayah tempat kediaman suatu atau isteri terdahulu. Apabila Lurah/Kepala Desa tidak dapat memberikan keterangan dimaksud berhubung tidak adanya laporan mengenai kematian itu, maka dapat diberikan keterangan lain yang sah, atau keterangan yang diberikan dibawah sumpah olehyang bersangkutan dihadapan Pegawai Pencatat.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "diberitahukan kepada mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya", adalah bahwa pemberitahuan mengenai adanya halangan perkawinan itu harus ditujukan dan disampaikan kepada salah satu daripada mereka itu yang datang memberitahukan kehendak untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 8
Maksud pengumuman tersebut adalah untuk memberi kesempatan kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan bagi dilangsungkannya suatu perkawinan apabila yang demikian itu diketahuinya bertentangan dengan hukum agamanya dan kepercayaannya itu yang bersangkutan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 9
Pengumuman dilakukan :
di kantor pencatatan perkawinan yang daerah hukumnya meliputi wilayah tempat perkawinan dilangsungkan, dan
di kantor/kantor-kantor pencatatan perkawinan tempat kediaman masing-masing calon mempelai.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Hal-hal yang harus dimuat dalam Akta Perkawinan yang ditentukan di dalam pasal ini merupakan ketentuan minimal sehingga masih dimungkinkan ditambahkannya hal-hal lain, misalnya mengenai nomor akta; tanggal, bulan, tahun pendaftaran; jam, tanggal, bulan dan tahun pernikahan dilakukan; nama dan jabatan dari Pegawai Pencatat; tandatangan para mempelai Pegawai Pencatat, para saksi, dan bagi yang beragama Islam wali nikah atau yang mewakilinya; bentuk dari mas kawin atau izin Balai Harta Peninggalan bagi mereka yang memerlukannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf f;
Persetujuan yang dimaksud disinidinyatakan secara tertulis atas dasar sukarela, bebas dari tekanan, ancamanatau paksaan.
Huruf g;
Menteri HANKAM/PANGAB mengatur lebih lanjut mengenai Pejabat yang ditunjuknya yang berhak memberikan izin bagi anggota Angkatan Bersenjata.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Pasal ini berikut Pasal-pasal15, 16, 17, dan 18 mengatur tentang cerai talak.

Pasal 15.
Cukup jelas.

Pasal 16
Sidang Pengadilan tersebut,setelah meneliti dan berpendapat adanya alasan-alasan untuk perceraian dan setelah berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan tidak berhasil, kemudian menyaksikan perceraian yang dilakukan oleh suami itu dalam sidang tersebut.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Gugatan perceraian dimaksud dapat dilakukan oleh seorang isteri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang isteri yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu hendaknya dipertimbangkan oleh hakim apakah benar-benar berpengaruh dan prinsipiil bagi keutuhan kehidupan suami-isteri.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
Izin Pengadilan untuk memperkenankan suami-isteri tidak berdiam bersama dalam satu rumah hanya diberikan berdasarkan pertimbangan demi kebaikan suami-isteri itu beserta anak-anaknya.
Ayat (2)
Bahwa proses perceraian yang sedang terjadi antara suami-isteri tidak dapat dijadikan alasan bagi suami untuk melalaikan tugasnya memberikan nafkah kepada isterinya. Demikian pula tugas kewajiban suami-isteri itu terhadap anak-anaknya. Harus dijaga jangan sampai harta kekayaan baik yang dimiliki bersama-sama oleh suami-isteri, maupun harta kekayaan isteri atau suami menjadi terlantar atau tidak terurus dengan baik, sebab yang demikian itu bukan saja menimbulkan kerugian kepada suami-isteri itu melainkan mungkin juga mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Meskipun tergugat atau kuasanya tidak hadir, tetapi yang demikian itu tidak dengan sendirinya merupakan alasan bagi dikabulkannya gugatan perceraian apabila gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan atau alasan-alasan sebagaimana dimaksud Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Penetapan waktu yang singkat untuk mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian adalah sebagai usaha mempercepat proses penyelesaian perkara perceraian. Karena makin cepat perkara itu dapat diselesaikan oleh Pengadilan makin baik, bukan saja bagi kedua suami-isteri itu melainkan bagi keluarga, dan apabila mereka mempunyai anak terutama bagi anak-anaknya.
Ayat (2)
Hendaknya jangka waktu antara penyampaian panggilan dan sidang diatur agar baik pihak-pihak maupun saksi-saksi mempunyai waktu yang cukup untuk mengadakan persiapan guna menghadapi sidang tersebut. Terutama kepada tergugat harus diberi waktu yang cukup untuk memungkinkannya mempelajari secara baik isi gugatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 30
Dalam menghadapi perkara perceraian, pihak yang berperkara, yaitu suami dan isteri, dapat menghadiri sendiri sidang atau didampingi kuasanya atau sama sekali menyerahkan kepada kuasanya dengan membawa surat nikah/rujuk, akta perkawinan, surat keterangan lainnya yang diperlukan.

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Usaha untuk mendamaikan suami-isteriyang sedang dalam pemeriksaan perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim.Dalam mendamaikan kedua belah pihak Pengadilan dapat meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Apabila pengadilan telah berusaha untuk mencapai perdamaian, akan tetapi tidak berhasil, maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang tertutup. Pemeriksaan dalam sidang tertutup ini berlaku juga bagi pemeriksaan saksi-saksi.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar perceraian, hakim mengabulkan kehendak suami atau isteri untuk melakukan perceraian.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Pengukuhan oleh Pengadilan Negeri terhadap suatu putusan Pengadilan Agama hanya dilakukan apabila putusan itu telah mempunyai kekuatan hakim yang tetap.
Dengan perkataan lain, maka terhadap suatu putusan Pengadilan Agama yang dimintakan banding atau kasasi, masih belum dilakukan pengukuhan.
Pengukuhan tersebut bersifat administratip; Pengadilan Negeri tidak melakukan pemeriksaan ulang terhadap putusan Pengadilan Agama dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 37
Mengingat, bahwa pembatalan suatu perkawinan dapat membawa akibat yang jauh baik terhadap suami isteri maupun terhadap keluarganya, maka ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya pembatalan suatu perkawinan oleh instansi lain di luar Pengadilan.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bagi wanita yang kawin kemudian bercerai, sedangkan antara wanita itu dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin, maka bagi wanita tersebut tidak ada waktu tunggu; ia dapat melangsungkan perkawinan setiap saat setelah perceraian itu.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Huruf c sub iii : Apabila tidak mungkin diperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada sub i atau ii,maka dapat diusahakan suatu surat keterangan lain yakni sepanjang Pengadilan dapat menerimanya.

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Dalam pasal ini diatur tentang sanksi hukuman denda bagi pihak mempelai yang melanggar ketentuan Pasal 3, 10 ayat (3) dan 40 dan sanksi hukuman kurungan atau denda bagi pejabat pencatat perkawinan yang melanggar ketentuan Pasal 6, 7, 8, 9, 10 ayat (1), 11,13, dan 44.
Pejabat Yang melanggar ketentuan tersebut dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.7.500,-(tujuh ribu lima ratus rupiah).

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan yang telah ada, apabila telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Selain hal yang tersebut diatas maka dalam hal suatu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini telah diatur didalam peraturan perundangan tentang perkawinan yang ada maka diperlakukan Peraturan Pemerintah ini yakni apabila :
a. peraturan perundangan yang telah ada memuat pengaturan yang sama dengan Peraturan Pemerintah;
b. peraturan perundangan yang telah ada belum lengkap pengaturannya;
c. peraturan perundangan yang telah ada bertentangan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3050 TAHUN 1975

LihatTutupKomentar