Hadits Maudhu' (Palsu) tentang Puasa Rajab dan Bulan Rajab

Hadits Maudhu' (Palsu) tentang Puasa Rajab dan Bulan Rajab Disebutkan dalam sebuah riwayat tentang keutamaan bulan Rajab, bahwa Rasulullah Saw bersabd

 

Hadits Maudhu' (Palsu) tentang Puasa Rajab dan Bulan Rajab

Hadis Pertama:

Disebutkan dalam sebuah riwayat tentang keutamaan bulan Rajab, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

فضل شهر رجب على الشهور كفضل القرآن على سائر الكلام وفضل شهر شعبان على الشهور كفضلي على سائر الأنبياء وفضل شهر رمضان كفضل الله على سائر العباد.


“Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lain seperti keutamaan al-Qur’an atas semua perkataan yang ada. Keutamaan bulan Sya’ban atas bulan-bulan lain seperti keutamaanku atas semua para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lain seperti keutamaan Allah atas seluruh hambaNya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, bersumber dari Anas bin Malik. Hanya dalam Musnad al-Firdaus saja Hadis tersebut diriwayatkan. Selebihnya Hadis tersebut dinukil banyak ulama dalam kitab-kitabnya, seperti al-Sakhawi dalam al-Maqashid al-Hasanah, al-‘Ijluni dalam Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-Ilbas, dan lainnya.

Hadis Palsu

Tidak ada yang meragukan kepalsuan Hadis tersebut. Inilah yang kemudian membuat banyak ulama mencantumkan Hadis tersebut ke dalam kitab-kitab mereka yang khusus memuat Hadis palsu. Al-Sakhawi dalam al-Maqashid al-Hasanah menyatakan Hadis di atas palsu (maudhu’). Pendapat ini juga disampaikan oleh al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, Mulla Ali al-Qari dalam al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-Hadis al-Maudhu’, al-Laknawi dalam al-Asrar al-Marfu’ah fi al-Akhbar al-Maudhu’ah, al-‘Ijluni dalam Kasyf al-Khafa’, dan masih banyak ulama lain yang menegaskan kepalsuan Hadis tersebut.

Pendapat para ulama tadi semuanya dinisbatkan kepada pernyataan Ibn Hajar dalam Tabyin al-‘Ajab bima Warada fi Syahri Rajab. Ibn Hajar dalam kitabnya memang menilai demikian, bahkan menjelaskan penyebab kepalsuan Hadisnya. Ibn Hajar menyatakan kepalsuan Hadis tersebut disebabkan seorang rawi bernama Abu al-Barakat Hibbatullah bin al-Mubarak al-Saqathi, ia adalah rawi sangat terkenal sebagai pemalsu Hadis. Mengenai rawi ini, al-Dzahabi dalam Tadzkirah al-Huffadz menyatakan al-Saqathi muttaham (tertuduh berdusta). Karenanya al-Dzahabi dalam Siyar A‘lam al-Nubala sekurang-kurangnya menilainya sebagai rawi yang dha’if (lemah) dan tidak kredibel (qalil al-itqan).

Berpijak pada penjelasan di atas, Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah mengaskan kepalsuan Hadis tersebut dikarenakan rawi al-Saqathi tadi. Oleh karena itu, al-‘Amiriy memasukkan Hadis tersebut ke dalam kitabnya yang berjudul al-Jadd al-Hatsits fi Bayan ma Laysa bi Hadits, kitab ini adalah kitab yang secara khusus membahas Hadis-hadis palsu, atau ungkapan yang ternyata bukan Nabi Saw, namun oleh banyak orang dianggap sebagai Hadis.

Memang ada Hadis lain tentang keutamaan bulan Rajab itu, namun kualitasnya juga maudhu’ (palsu) tidak bisa diamalkan. Misalnya seperti Hadis berikut;

رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي


“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”

رجب شهر الله الأصم فمن صام يوما منه إيمانا واحتسابا استوجب رضوان الله الأكبر


“Rajab adalah bulan Allah yang yang tuli. Barangsiapa berpuasa sehari dari bulan Rajab karena iman dan mengharapkan pahala, maka Allah akan mengabulkan segala permintaannya.”

Hadis pertama diriwayatkan al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus. Menurut Ibn Hajar Hadis tersebut diriwayatkan Abu al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam Amalinya. Hadis kedua diriwayatkan al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, dan al-Hakim dalam Tarikhnya. Namun kedua Hadis ini tidak bisa menguatkan Hadis di atas karena kualitasnya juga palsu. Sekurang-kurangnya, pandangan ini disampaikan oleh ulama pakar Hadis seperti Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at, al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah, al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, Ibn Hajar dalam Tabyin al-‘Ajab, dan al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah.

Hadis Kedua:

Hadis berikut tak kalah populernya dengan Hadis di atas. Banyak Ustadz atau dai yang menyampaikan Hadis ini, baik dalam tausyiah ataupun ceramah. Bahkan banyak orang yang beranggapan kesunnahan puasa Rajab berlandaskan Hadis berikut, Rasulullah Saw bersabda:

إن شهر رجب شهر عظيم، من صام منه يوما كتب الله له صوم ألف سنة، ومن صام منه يومين كتب له صوم ألفى سنة، ومن صام منه ثلاثة أيام، كتب الله له صوم ثلاثة آلاف سنة، ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب جهنم، ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية، فيدخل من أيها شاء، ومن صام خمسة عشر بدلت سيئاته حسنات ونادى مناد من السماء قد غفر لك، فاستأنف العمل، ومن زاد زاده الله.


“Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung, barangsiapa berpuasa satu hari di dalamnya, Allah mencatat baginya puasa seribu tahun. Siapa berpuasa dua hari, Allah mencatat baginya puasa 2000 tahun. Siapa berpuasa tiga hari, Allah mencatat baginya puasa 3000 tahun. Siapa berpuasa tujuh hari, ditutup pintu neraka jahannam baginya. Siapa berpuasa 8 hari, dibukakan pintu 8 pintu surga baginya, dan ia bebas masuk dari pintu mana saja. Siapa berpuasa 15 hari, keburukan-keburukannya diganti dengan kebaikan-kebaikan, dan Allah mengampuni dosamu yang telah berlalu. Maka mulailah mengerjakannya. Siapa yang menambahnya, Allah juga akan menambahkannya.

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dan kemudian disampaikan oleh al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah dan Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah. Berikutnya, Hadis tersebut berkembang luas di masyarakat.


Hadis Palsu

Ibn Hajar al-Asqalani dalam Tabyin al-‘Ajan Bima Warada fi Syahr Rajab berkata huwa hadits maudhu’ la syakka fihi (Hadis palsu, tidak perlu diragukan lagi). Menurut Ibn Hajar, kepalsuan Hadis tersebut disebabkan seorang rawi bernama Ishaq bin Ibrahim al-Khuttali yang ternyata muttaham (dituduh berdusta). Jauh sebelum itu, Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at menyatakan,Hadis tersebut bukan sabda Rasulullah Saw (hadza hadits la yashih an Rasulillah Saw). Menurut Ibn al-Jauzi, kepalsuan Hadis tersebut disebabkan seorang rawi bernama Harun bin ‘Antarah. Berpedoman kepada pendapat Ibn Hibban, Ibn al-Jauzi berkata; Harun tidak bisa dijadikan pijakan, sebab Harun meriwayatkan banyak Hadis munkar (la yajuz al-ihtijaj, yarwi manakir).

Maka dari itu, berpijak pada penjelasan ini, Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah secara tegas menyatakan Hadis tersebut palsu. Begitu pula al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah dan al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah yang dengan tegas juga menyatakan demikian. Untuk itu, tidak perlu diragukan lagi, berdasarkan pernyataan dan penjelasan ulama tadi, Hadis tersebut adalah palsu.

Hadis Lain Juga Palsu

Memang ada riwayat lain yang berkaitan dengan Hadis di atas, misalnya Hadis riwayat al-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir sebagai berikut:

رجب شهر عظيم يضاعف الله فيه الحسنات فمن صام يوما من رجب فكأنما صام سنة ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه سبعة أبواب جهنم ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له ثمانية أبواب الجنة ومن صام منه عشرة أيام لم يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه ومن صام منه خمسة عشر يوما نادى مناد في السماء : قد غفر لك ما مضى فاستأنف العمل


“Rajab adalah bulan yang bulan agung, Allah melipatganndakan di dalamnya dengan banyak kebaikan. Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia seolah berpuasa satu tahun. Barangsiapa berpuasa tujuh hari, maka ditutup tujuh pintu neraka baginya. Barangsiapa berpuasa delapan hari, dibukakan delapan pintu surga baginya. Barangsiapa berpuasa sepluh hari, maka segala sesuatu yang diminta, Allah akan berikan kepadanya. Barangsiapa yang berpuasa 15 hari, seruan Allah kepadanya; sungguh Allah telah mengampuni dosamu berlalu. Maka mulailah untuk mengerjakannya.”

Riwayat lain yang mirip dengan Hadis riwayat al-Thabrani ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Fadha’il al-Auqat dan Syu’ab al-Iman, Ibn ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq, dan al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad. Menurut Ibn Hajar dalam Tabyin al-‘Ajab, Abdul Aziz al-Kattani dalam kitab Fadhl Rajab juga meriwayatkan Hadis yang mirip dengan Hadis tersebut.

Akan tetapi Hadis riwayat al-Thabrani ini tidak bisa memperkuat Hadis di atas, sebab kualitas Hadis tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Seperti disampaikan al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawa’id wa Manba’ al-Fawa’id bahwa Hadis tersebut matruk, karena seorang rawi bernama Abdul Ghafur bin Sa’id. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Imam al-Bukhari bahwa Abdul Ghafur bin Sa’id Hadisnya matruk. Lebih jauh, menurut Ibn Hibban ia adalah pemalsu Hadis (mimman yadha’u al-hadits). Sedangkan Ibn ‘Adiy berpendapat Abdul Ghafur dha’if munkar al-hadits (lemah Hadisnya munkar). Karenanya, mengomentari Hadis tersebut, al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal berkata; Hadis tersebut palsu dan sanadnya tidak jelas juntrungannya (hadza bathil wa isnad muzhlim).

Adapun riwayat al-Baihaqi, Ibn ‘Asakir, al-Baghdadi, Abdul Aziz al-Kattani, maupun riwayat lainnya juga tidak dapat menguatkan Hadis di atas, sebab semua riwayat terkait kualitasnya juga palsu. Al-Baihaqi sendiri dalam Syu’ab al-Iman sangat meragukan riwayatnya sendiri, bahkan riwayat lain terkait Hadis tersebut juga beliau ragukan. Al-Baihaqi mendasarkan keraguannya itu pada pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai berikut:

وعندي حديث آخر في ذكر كل يوم من رجب وهو حديث موضوع لم أخرجه


“Kami memiliki Hadis lain yang menyebutkan keutamaan setiap hari bulan Rajab. Namun itu adalah Hadis palsu yang tidak kami sampaikan.”

Oleh karena itu, Hadis di atas maupun riwayat lain yang sekata maupun semakna dengan Hadis di atas adalah palsu, atau sekurang-kurangnya semi palsu (matruk). Maka dari itu, Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at, al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah, Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah, al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah dan banyak ulama lainnya, menilai Hadis tersebut palsu. Penjelasan ulama ini semakin memperjelas ungkapan Imam Ahmad bin Hanbal yang menilai Hadis-hadis tersebut palsu (maudhu’). Karenanya wajar saja Imam Ahmad tidak mau meriwayatkan Hadis-hadis tersebut.[]

LihatTutupKomentar