Pengertian Jihad menurut NU Jatim

Bahtsul Masail NU Jatim Pertegas Pengertian Jihad Islam tidak anti terhadap eksistensi negara bangsa sebagaimana yang berkembang dewasa ini. Islam menempatkan negara bangsa sebagai bagian penting sebagai wasilah untuk mencapai kemaslahatan.
Bahtsul Masail NU Jatim Pertegas Pengertian Jihad
Tuban, NU Online

Selama dua hari yakni Sabtu hingga Ahad (10-11/2), Pimpinan Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PW LBM NU Jatim) menyelenggarakan musyawarah sejumlah persoalan. Antara lain yang menjadi perbincangan serius pada kegiatan yang berlangsung di Pondok Pesantren Sunan Bejagung Tuban tersebut adalah pengertian jihad dalam konteks negara bangsa di era modern.

Masalah yang dibahas di komisi maudhuiyyah tersebut terlebih awal mengutip pernyataan KH Maimun Zubair bahwa masa sekarang sudah tidak ada khilafah. Tidak ada negara Islam. “Semuanya negara nasional. Pada masa sekarang kalau bangsanya tidak dijunjung maka akan runtuh,” kata Kiai Maimun.

Dari release yang diterima redaksi disebutkan bahwa Islam tidak anti terhadap eksistensi negara bangsa sebagaimana yang berkembang dewasa ini. Islam menempatkan negara bangsa sebagai bagian penting sebagai wasilah untuk mencapai kemaslahatan. Mengutip apa yang disampaikan Syaikh Wahbah az-Zuhaili bahwa “Islam tidak enggan mengakui sistem kenegaraan yang eksis berdasarkan batas-batas geografis, sebab itu bagian dari sistem yang menjadi wasilah untuk mencapai kemaslahatan manusia.”

Namun demikian prinsip ini tidak menafikan pembelaan terhadap kaum muslimin yang terzalimi di manapun berada. “Akan tetapi perlu dipahami, bahwa komando perang militer hanya merupakan kewenangan pemimpin pemerintahan dan rakyat harus menaati kebijakannya,” tandas release yang ditandatangani Ketua PW LBM NU Jatim, KH Ahmad Asyhar Shofwan.

Lebih lanjut, perang militer termasuk bagian dari hukum kenegaraan. Tidak ada perbedaan pendapat ulama bahwa siasat perang, deklarasi, gencatan senjata, analisis straregi dan dampaknya, semuanya masuk dalam hukum kenegaraan. “Rakyat, siapapun itu tidak boleh secara ilegal tanpa izin dan persetujuan pemimpin negara ikut campur atas kebijakannya,” tandas release tersebut. Rakyat, siapapun itu, tidak boleh memerangi orang yang berbeda agama hanya berdasarkan menuruti hawa nafsu, lanjutnya.

“Kewajiban jihad dalam konteks negara bangsa juga sudah terpenuhi dengan kebijakan negara dalam menjaga kedaulatan, menjaga tapal-tapal perbatasan dan memperkuat struktur kekuatan militer dan semisalnya,” kata release yang dikirim ke berbagai media tersebut. Bahkan sebenarnya, kewajiban jihad militer adalah kewajiban yang bersifat sebagai perantara atau wasilah, bukan sebagai tujuan senyatanya. Karena maksud utamanya adalah menyampaikan hidayah agama.

“Dari sini menjadi jelas, pada hakikatnya karakter dasar Islam adalah agama damai dan selalu mengutamakan upaya-upaya kedamaian sebisa mungkin,” kata sidang yang dirumuskan oleh KH Arsyad Bushairi, KH Azizi Hasbullah, KH Suhaeri Idrus, K Fauzi Hamzah Syam, Ahmad Muntaha AM, Ma'ruf Khozin, serta Faris Khoirul Anam tersebut.

Perang merupakan solusi terakhir atau tindakan darurat yang dilakukan untuk menjaga perdamaian dan kemaslahatan umat manusia. Perang merupakan strategi taktis dan hanya dilakukan dalam kondisi darurat untuk menjaga kelestarian umat manusia, mencegah kejahatan dan menolak kezaliman di muka bumi.

“Demikianlah hakikat jihad sebenarnya dalam Islam yang sesuai dengan nash fuqaha dan selaras dengan Hadits Nabi SAW; Janganlah kalian mengharap bertemu musuh dan mintalah keselamatan kepada Allah. Namun demikian, bila kalian menemuinya, maka bersabarlah,” pungkasnya. (Red: Ibnu Nawawi)

Sumber: NU.or.id
LihatTutupKomentar