Ayat-ayat Hukum dalam Al-Quran

Ayat-ayat Hukum dalam Al-Quran menurut sebagaian ulama menyebutkan tidak lebih dari 200 Ayat. Imam Gazali menyebut mencapai 500 Ayat. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy Ayat-Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum ada 298 ayat dengan rincian sebagai berikut:
Jumlah ayat-ayat hukum dalam al-Quran relatif sedikit, bahkan tidak mencapai 1/10 dari keseluruhan Ayat Al-Qur’an. Diperkirakan jumlah ayat hukum lebih kurang 250 ayat, ada pula yang menyatakan 200 ayat seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, dan 400 ayat dalam Ahkam al-Quran Ibn al-Arabi. Sedangkan menurut penghitungan Abdul Wahhab Khallaf, jumlahnya sekitar 228 ayat. Bahkan jika pendapat Syeikh Thantawi Jawhari diikuti, ia mengatakan ayat hukum di dalam Al-Qur’an lebih kurang 150 ayat. Lepas dari perbedaan jumlah ayat hukum, apakah 150 atau 400 ayat, atau lebih dari itu, namun yang jelas ada semacam kesepakatan di kalangan pakar bahwa ayat hukum tidak lebih dari 500 ayat.

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy Ayat-Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum ada 298 ayat dengan rincian sebagai berikut:

a. Yang berhubungan dengan ibadah, sebanya 140 Ayat.
b. Yang mengatur ahwal syakhsyiyah, sebanyak 70 Ayat.
c. Yang berhubungan dengan jinayah, sebanyak 30 Ayat.
d. Yang berhubungan dengan hukum-hukum perang dan damai, tugas pemerintahan, sebanyak 35 Ayat.
e. Yang berhubungan dengan hukum-hukum acara, sebanyak 13 Ayat.
f. Yang mengatur keuangan negara dan ekonomi, sebanyak 10 Ayat.

Abdul Wahhab Khallaf merinci bahwa Ayat-Ayat Al-Qur’an yang terkait hukum sebagai berikut:

a. Yang berhubungan dengan ibadah, sebanyak 140 Ayat.
b. Yang mengatur ahwal syakhsyiyah, sebanyak 70 Ayat.
c. Yang berhubungan dengan jinayah, sebanyak 30 Ayat.
d. Yang berhubungan dengan perdata, sebanyak 70 Ayat.
e. Yang berhubungan dengan hubungan Islam dan bukan Islam, sebanyak 25 Ayat.
f. Yang berhubungan dengan hukum-hukum acara, sebanyak 13 Ayat.
g. Yang mengatur keuangan negara dan ekonomi, sebanyak 10 Ayat.
h. Yang mengenai hubungan kaya dan miskin, sebanyak 10 Ayat.

Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an tidak mencapai 1/10 dari keseluruhan Ayat Al-Qur’an.

Prof. Dr. TM. Hasbiy Ash-Shiddiqie dalam buku Sejarah dan Ilmu Tafsir, menyatakan bahwa Ayat-Ayat hukum dalam Al-Qur’an dikelompokkan ke dalam dua bagian :

a. Hukum-hukum ibadat,
yaitu : segala hukum yang disyari’atkan untuk mengatur perhubungan hamba dengan Tuhannya. Ibadat ini terbagi kepada :

(1) Ibadah badaniyah, seperti shalat dan shaum.
(2) Ibadah maliyah, ijtimaiyah, yaitu zakat dan sedekah.
(3) Ibadah ruhiyah, badaniyah, yaitu haji, jihad, dan nadzar.

b. Hukum-hukum muamalat,

yaitu : segala hukum yang disyari’atkan untuk menyusun dan mengatur perhubungan manusia satu sama lainnya, serta perikatan antara perseorangan dengan perseorangan, perseorangan dengan masyarakat, atau perseorangan dengan negara.

Muamalat dibagi menjadi 11 kategori:

(1) Hukum-hukum ahwal syakhsyiyah, yaitu : hukum-hukum yang rapat perhubungannya dengan pribadi manusia sendiri sejak lahir hingga matinya, yaitu kawin, cerai, iddah, hubungan kekeluargaan, penyusuan, nafkah, wasiat dan pusaka.
(2) Hukum-hukum muamalat madaniyah, yaitu hukum-hukum jual beli, sewa menyewa.
(3) Hukum-hukum jinayah (pidana), yaitu : hukum-hukum yang disyari’atkan untuk memelihara hidup manusia, kehormatan dan harta.
(4) Hukum-hukum ini diterangkan secara terperinci dalam Al-Qur’an.
Perbuatan manusia yang diterangkan Al-Qur’an, ialah : pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan tidak disengaja, mencuri, merampok, zina, dan qodzaf.
(5) Hukum-hukum internasional, umum dan khusus. Masuk ke dalamnya hukum-hukum yang disyari’atkan untuk jihad, aturan-aturan perang, perhubungan antara ummat Islam dengan ummat lain, hukum-hukum tawanan dan rampasan perang.
(6) Hukum-hukum acara.
(7) Hukum-hukum dustur, yaitu hukum-hukum yang diatur untuk menggariskan hubungan antara rakyat dengan negara.
(8) Hukum-hukum yang berpautan dengan kekeluargaan : kawin, cerai dan pusaka.
(9) Urusan-urusan pidana, hukum membunuh, mencuri dan sebagainya.
(10) Hukum-hukum internasional, yaitu : hukum-hukum perang, perhubungan negara dengan negara dan rampasan-rampasan perang.
(11) Hukum-hukum perdata : Jual beli, riba, gadai, sewa menyewa dan sebagainya.

Macam – Macam Ayat Ahkam

Dalam kedudukannya Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, Ayat-ayat Al-Qur’an terdiri dari :
a. Hukum thoharoh (kebersihan);
b. Hukum ibadah (shalat, zakat, puasa dan haji);
c. Hukum makanan dan penyembelihan;
d. Hukum perkawinan;
e. Hukum waris;
f. Hukum perjanjian;
g. Hukum pidana;
h. Hukum perang; dan
i. Hukum antar bangsa-bangsa.

Cara membedakan Ayat atau Hadis Ahkam dengan Ayat atau Hadis yang bukan Ahkam

Pembagian ayat hukum dan hadis hukum kepada beberapa kategori tersebut sekaligus memberikan informasi tentang ciri-ciri Ayat Ahkam dan Hadis Ahkam. Artinya, untuk membedakan mana yang ayat ahkam atau mana yang hadis ahkam dan mana yang bukan. Bisa dengan menggunakan ciri-ciri tersebut. Dua hal yang perlu digaris bawahi adalah :
Pertama, Bahwa dalam pemakaiannya dikalangan ahli Ushul Fiqh. Istilah hukum disamping digunakan untuk menyebut teks-teks ayat-ayat atau hadis-hadis hukum, juga digunakan untuk menyebutkan sifat dari perbuatan yang menjadi objek dari hukum itu. Dalam pembagian diatas, perbuatan yang diperintahkan seperti melakukan shalat sifatnya wajib, perbuatan yang dilarang sifatnya haram, yang dianjurkan sifatnya mandub, yang dianjurkan ditinggalkan sifatnya makruh dan yang dibebaskan untuk memilih sifatnya mubah. Maka sifat wajib, haram, mandub, makruh dan mubah yang merupakan sifat dari perbuatan itu dikenal dengan hukum Syara’. Dengan demikian hukum shalat, misalnya, adalah wajib dan meminum Khamr adalah haram. Adanya dua bentuk pemakaian tersebut tidak perlu dipertentangkan. Sebab, pemakaian istilah hukum kepada teks ayat atau hadis karena melihat kepada dalil dan proses pembentukannya hukum. Sedangkan pemakainnya kepada sifat perbuatan mukallaf yang terkena hukum karena mekihat kepada hasilnya.

Penggunaan istilah hukum kepada teks ayat ahkam dan teks hadis ahkam dapat dilihat ketika membicarakan dalil-dalil hukum, seperti pembicaraan tentang al-Qur’an dan as-sunnah. Sedangkan pemakaian istilah hukum kepada sifat perbuatan mukallaf dapat dilihat ketika membicarakan pembagian hukum taklifi dan hukum wadh’i. Dalam perkembangannya, kalangan hanafiyah, seperti dikemukakan wahbah Az-zuhaili[8], lebih cenderung mengartikan hukumdengan sifat perbuatan mukallaf tersebut, sehingga apa yang disebut hukum taklifi menurut mereka adalah wajib, haram, mandub, makruh dan mubah. Kecenderungan ini diikuti pula oleh ahli-ahli fiqh dari kalangan mayoritas ulama. Dibawah ini akan diuraikan pembagian hukum bia dilihat kepada hasilnya.

Perbedaan pendapat tersebut bukan tidak mempunyai akibat hukum. Sebab, menurut mayoritas ulama hukum adalah qadim karena merupakan kalam nafsi Allah yang merupakan salah satu sifatnya. Sedangkan menurut kalangan hanafiyah, hukum adalah baru karena merupakan pengaruh kalam Allah terhadap perbuatan manusia.

Kedua, seperti dekemukakan diatas, yang dimaksud dengan hukum adalah teks ayat ahkam dan teks hadis ahkam. Dengan demikian bukan berarti bahwa yang disebut hukum hanya terdapat pada bunyi teks itu sendiri. Abdul wahab Khalaf menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan-ketentuan Allah dan Rasulnya itu ada yang secara langsung ditunjukan oleh teks al-Qur’an dan sunnah dan ada pula yang tidak secara langsung ditunjukan oleh teks, tetapi oleh substansi ayat atau hadis yang disimpulkan oleh para ahlinya (mujtahid) dengan kegiatan ijtihad, seperti hukum yang ditetapkan dengan ijma’, qiyas dan dalil-dalil hukum lainnya. Ketentuan-ketentuan seperti itu adalahketentuan-ketentuan Allah dan Rasulnya juga karena bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
LihatTutupKomentar