UU No. 22 Tahun 1946 dan Penjelasan

UU No. 22 Tahun 1946 dan Penjelasan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1946 TENTANG PENTJATATAN NIKAH, TALAK DAN RUDJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UU No. 22 Tahun 1946 dan Penjelasan
Undang-undang No. 22 Tahun 1946 dan Penjelasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1946
TENTANG
PENTJATATAN NIKAH, TALAK DAN RUDJUK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti jang diatur didalam Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo. S. 1931 No. 467. Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa sekarang, sehingga perlu diadakan peraturan baru jang sempurna dan memenuhi sjarat keadilan sosial;

2) bahwa pembuatan peraturan baru jang dimaksudkan diatas tidak mungkin dilaksanakan didalam waktu jang singkat;

3) bahwa sambil menunggu peraturan baru itu perlu segera diadakan peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk untuk memenuhi keperluan jang sangat mendesak.

Mengingat:
ajat (1) pasal 5, ajat (1) pasal 20, dan pasal IV dari Aturan Peralihan Undang-undang Dasar, dan Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia tertanggal 16 Oktober 1945 No. X; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

MEMUTUSKAN:
I. Mentjabut:
1) Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo. S. 1931 No. 467.
2) Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1913 No. 98;

II. Menetapkan peraturan sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENTJATATAN NIKAH, TALAK DAN RUDJUK

Pasal 1
(1) Nikah jang dilakukan menurut agama Islam, selandjutnja disebut nikah, diawasi oleh pegawai pentjatat nikah jang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai jang ditundjuk olehnja. Talak dan rudjuk jang dilakukan menurut agama Islam, selandjutnja disebut talak dan rudjuk, diberitahukan kepada pegawai pentjatat nikah.

(2) Jang berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan rudjuk, hanja pegawai jang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai jang ditundjuk olehnja.

(3) Bila pegawai itu tidak ada atau berhalangan, maka pekerdjaan itu dilakukan oleh orang jang, ditundjuk sebagai wakilnja oleh kepala Djawatan Agama Daerah.

(4) Seorang jang nikah, mendjatuhkan talak atau merudjuk, diwadjibkan membajar biaja pentjatatan jang banjaknja ditetapkan oleh Menteri Agama. Dari mereka jang dapat menundjukkan surat keterangan tidak mampu dan kepala desanja (kelurahannja) tidak dipungut biaja. Surat keterangan ini diberikan dengan pertjuma. Biaja pentjatatan nikah, talak dan rudjuk dimasukkan didalam menurut aturan jang ditetapkan oleh Menteri Agama.

(5) Tempat kedudukan dan wilajah (ressort) pegawai pentjatat nikah ditetapkan oleh Kepala Djawatan Agama Daerah.

(6) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai pentjatat nikah diumumkan kepala Djawatan Agama Daerah dengan tjara jang sebaik-baiknja.

Pasal 2
(1) Pegawai pentjatat nikah dan orang jang tersebut pada ajat (3) pasal 1 membuat tjatatan tentang segala nikah jang dilakukan dibawah pengawasnja dan tentang talak dan rudjuk jang diberitahukan kepadanja; tjatatan jang dimaksudkan pada pasal 1 dimasukkan didalam buku pendaftaran masing-masing jang sengadja diadakan untuk hal itu, dan tjontohnja masing-masing ditetapkan oleh Menteri Agama.

(2) Dengan tidak mengurangi peraturan pada ajat (4) pasal 45 dari peraturan meterai 1921 (zegelverordening 1921), maka mereka itu wadjib memberikan petikan dari pada buku pendaftaran jang tersebut diatas ini kepada jang berkepentingan dengan pertjuma tentang nikah jang dilakukan dibawah pengawasannja atau talak dan rudjuk jang dibukukannja dan mentjatat djumlah uang jang dibajar kepadanja pada surat petikan itu.

(3) Orang jang diwadjibkan memegang buku pendaftaran jang tersebut pada ajat (1) pasal ini serta membuat petikan dari pada buku-pendaftaran jang dimaksudkan pada ajat (2) diatas ini, maka dalam hal melakukan pekerjaan itu dipandang sebagai pegawai umum (openbaar ambtenaar).

Pasal 3
(1) Barang siapa jang melakukan akad nikah atau nikah dengan seorang perempuan tidak dibawah pengawasan pegawai jang dimaksudkan pada ajat pasal 1 atau wakilnja, dihukum denda sebanjakbanjaknja R 50,- (lima puluh rupiah).

(2) Barang siapa jang mendjalankan pekerdjaan tersebut pada ajat (2) pasal 1 dengan tidak ada haknja, dihukum kurungan selama-lamanja 3 bulan atau denda sebanjak-banjaknja R 100,- (seratus rupiah)

(3) Djika seorang laki-laki jang mendjatuhkan talak atau merudjuk sebagaimana tersebut pada ajat (1) pasal 1, tidak memberitahukan hal itu didalam seminggu kepada pegawai jang dimaksudkan pada ajat (2) pasal 1 atau wakilnja, maka ia dihukum denda sebanjak-banjaknja Rp. 50,- (lima rupiah).

(4) Orang jang tersebut pada ajat (2) pasal 1 karena mendjalankan pengawasan dalam hal nikah, ataupun karena menerima pemberitahuan tentang talak dan rudjuk menerima biaja pentjatatan nikah, talak dan rudjuk lebih dari pada jang ditetapkan oleh Menteri Agama menurut ajat (4) pasal 1 atau tidak memasukkan nikah, talak dan rudjuk didalam buku-pendaftaran masing-masing sebagai jang dimaksud pada ajat (1) pasal 2, atau tidak memberikan petikan dari pada buku pendaftaran tersebut diatas tentang nikah jang dilakukan di bawah pengawasannya atau talak dan rudjuk jang dibukukannya, sebagai jang dimaksud pada ajat (2) pasal 2, maka dihukum kurungan selama-lamanja 3 (tiga) bulan atau denda sebanjak-banjaknja R 100,- (seratus rupiah).

(5) Djika terdjadi salah satu hal jang tersebut pada ajat pertama, kedua dan ketiga dan ternjata karena keputusan hakim, bahwa ada orang kawin tidak dengan mentjukupi sjarat pengawasan atau ada talak atau rudjuk tidak diberitahukan kepada jang berwadjib, maka biskalgripir hakim kepolisian jang bersangkutan mengirim salinan keputusannja kepada pegawai pentjatat nikah jang bersangkutan dan pegawai itu memasukkan nikah, talak dan rudjuk itu didalam buku pendaftaran masing-masing dengan menjebut surat keputusan hakim jang menjatakan hal itu.

Pasal 4
Hal-hal jang boleh dihukum pada pasal 3 dipandang sebagai pelanggaran.

Pasal 5
Peraturan-peraturan jang perlu untuk mendjalankan Undang-Undang ini ditetapkan oleh Menteri Agama.

Pasal 6
(1) Undang-undang ini disebut “Undang-undang Pentjatatan nikah, talak, dan rudjuk" dan berlaku untuk Djawa dan Madura pada hari jang akan ditetapkan oleh Menteri Agama.

(2) Berlakunja Undang-undang ini didaerah luar Djawa dan Madura ditetapkan dengan Undang-undang lain.

Pasal 7
Dengan berlakunja Undang-undang ini untuk Djawa dan Madura Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348, jo S.
1931 No. 467 dan Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No. 98 mendjadi batal.

Ditetapkan Di Linggardjati,
Pada Tanggal 21 Nopember 1946
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEKARNO
MENTERI AGAMA,
Ttd.
FATOERACHMAN.
Diumumkan,
Pada Tanggal 26 Nopember 1946
SEKRETARIS NEGARA,
Ttd.
A.G. PRINGGODIGDO

PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1946
TENTANG
PENTJATATAN NIKAH, TALAK DAN RUDJUK

PENDJELASAN UMUM.
Peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti termuat dalam Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo, S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten
S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa sekarang sehingga diadakan peraturan baru jang selaras dengan Negara jang modern.

Untuk melaksanakan peraturan itu dibutuhkan penjelidikan jang teliti dan saksama, sehingga sudah barang tentu tidak akan tertjapai didalam waktu jang singkat. Akan tetapi untuk mentjukupi kebutuhan pada masa ini berhubung dengan keadaan jang sangat mendesak perlu peraturan-peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk tersebut diatas, ditjabut serta diganti oleh peraturan jang baru jang dapat memenuhi sementara keperluan-keperluan pada masa ini.

Peraturan-peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk tersebut diatas kesemuanja bersifat propinsialistis jang tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Negara Indonesia ialah Negara kesatuan, dan sudah sepantasnja bahwa peraturan-peraturan bersifat kesatuan pula. Dari itu Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo. S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Hewelijksordonnantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S. 1932 No. 482 patut ditjabut. Selain dari pada itu peraturan di dalam Huwelijksordonnantie-Huwelijksordonnantie itu memberi kesempatan untuk mengadakan tariep ongkos pentjatatan nikah, talak dan rudjuk jang, berbedabeda, sehingga tiap-tiap kabupaten mempunyai peraturan sendiri. Hal sedemikian itu perlu dirobah serta diganti dengan peraturan jang satu, untuk seluruh Indonesia. Dimana berhubung dengan keadaan belum memungkinkan, disitu peraturan jang baru ini tentu belum dapat didjalankan, akan tetapi pada azasnja, peraturan ini diuntukkan untuk seluruh Indonesia serta harus segera didjalankan, dimana keadaan telah
mengizinkan.

Selandjutnja peraturan-peraturan jang ditjabut itu, tidak mendjamin penghasilannja para pegawai pentjatatan nikah, hanja digantungkan pada banjak sedikitnja ongkos jang didapatnja dari mereka jang menikah, menalak dan merudjuk. Dengan dijalan demikian maka pegawai pentjatat nikah mendjalankan kewajibannja dengan tidak semestinja, hanja semata-mata ditudjukan untuk memperbesar penghasilannja, kurang memperhatikan hukumhukum Islam jang sebenarnja. Perbuatan sedemikian itu jang merupakan suatu koruptie serta merendahkan deradjat pegawai nikah, tidak sadja dapat tjelaan dari pihak perkumpulan-perkumpulan Wanita Indonesia, akan tetapi djuga dari pihak pergerakan Islam jang mengetahui betul-betul sjarat-sjaratnja talak dan sebagainja, tidak setudju dengan tjara mendjamin penghidupan pegawai nikah sedemikian itu. Pun para pegawai nikah sendiri merasa keberatan dengan adanja peraturan sedemikian itu. Selain dari pada penghasilannja tidak tentu, djuga aturan pembagian ongkos nikah, talak dan rudjuk kurang adil, ja'ni pegawai jang berpangkat tinggi dalam golongan pegawai nikah mendapat banjak, kadang-kadang sampai lebih dari f 1.000,- (Bandung, Sukabumi dan lain-lain) akan tetapi yang berpangkat rendah sangat kurangnja, antara f 3,50,- -- f 10,-. Selain dari itu ongkos nikah (ipekah) oleh beberapa golongan ummat Islam dipandang sebagai “haram”, sehingga tidak tenteramlah mereka itu mendapat penghasilan tersebut.

Koruptie serta keberatan-keberatan lainnja hanja dapat dilenjapkan djika pimpinan jang bersangkut-paut dengan perkawinan, talak dan rudjuk diserahkan pada satu instansi, serta para pegawai pentjatat nikah diberi gadji jang tetap, sesuai dengan kedudukan mereka dalam masjarakat.

“Undang-undang Pentjatatan nikah, talak dan rudjuk (Undang-undang No. 22 tahun 1946) dimaksudkan untuk didjalankan diseluruh Indonesia; akan tetapi sebelum keadaan mengizinkannja serta undang-undang baru itu belum berlaku, peraturan jang lama masih dianggap sah. Waktu berlakunja “Undang-undang Pentjatatan nikah,
talak dan rudjuk” untuk tanah Djawa din Madura ditetapkan oleh Menteri Agama, sedang didaerah-daerah diluar tanah Djawa dan Madura akan ditentukan oleh Undang-undang lain.

Pendjelasan pasal-pasal

Pasal 1
Maksud pasal ini ialah supaja nikah, talak dan rudjuk menurut agama Islam supaja tertjatat agar mendapat kepastian hukum. Dalam Negara jang teratur segala hal-hal jang bersangkut-paut dengan penduduk harus ditjatat, sebagai kelahiran, pernikahan, kematian dan sebagainja. Lagi pula perkawinan bergandengan rapat dengan waris-malwaris, sehingga perkawinan perlu ditjatat mendjaga djangan sampai ada kekatjauan.

Menurut hukum agama Islam nikah itu ialah perdjandjian antara bakal suami atau wakilnja dan wali perempuan atau wakilnja. Biasanja wali memberi kepada kuasa kepada pegawai pentjatat nikah untuk mendjadi wakilnja; tetapi ia boleh pula diwakili orang lain dari pada pegawai jang ditundjuk oleh Menteri Agama, atau ia sendiri dapat melakukan akad nikah itu. Pada umumnja djarang sekali Wali melakukan akad nikah sebab sedikit sekali jang mempunjai kepandaian jang dibutuhkan untuk melakukan akad nikah itu.

Antjaman dengan denda sebagai tersebut pada ajat (1) dan (3) pasal 3 Undang-undang ini bermaksud supaja aturan administrasi ini diperhatikan; akibatnja sekali-kali bukan, bahwa nikah, talak atau rudjuk itu mendjadi batal
karena pelanggaran itu.

Jang dimaksud dengan mengawasi ialah ketjuali hadir pada ketika perdjandjian nikah itu diperbuat, pun pula memeriksa, ketika kedua belah pihak (wali dan bakal suami) menghadap pada pegawai pentjatat nikah ada tidaknya rintangan untuk nikah dan apakah sjarat-sjarat jang ditentukan oleh hukum agama Islam tidak dilanggar. Selanjutnja perobahan yang penting-penting dalam pasal ini ialah bahwa kekuasaan untuk menundjuk pegawai pentjatat nikah, menetapkan besarnja biaja pentjatat nikah, talak dan rudjuk, menetapkan tempat kedudukan dan wilajah pegawai pentjatat nikah, djatuh masing-masing dari tangan Bupati/Raad Kabupaten ke tangan Menteri Agama, atau pegawai jang ditundjuk olehnja atau pada kepala Djawatan Agama Daerah, sedang biaja nikah, talak dan rudjuk tidak dibagi-bagi lagi antara pegawai-pegawai pentjatat nikah akan tetapi masuk ke Kas Negeri dan pegawai pentjatat nikah diangkat sebagai pegawai Negeri.

Jang dimaksud dengan Djawatan Agama Daerah ialah Djawatan Agama Daerah ialah Djawatan Agama Keresidenan atau Djawatan Agararia di Kota Djakarta Raya.
Surat keterangan tidak mampu harus diberikannja dengan pertjuma, mendjaga supaja orang jang tidak mampu djangan diperberat.

Pasal 2

Sudah terang, dan tidak ada perobahan, ketjuali tjontoh-tjontoh buku pendaftaran, surat nikah, talak dan rudjuk dan sebagainja ditetapkan tidak lagi oleh Bupati, akan tetapi oleh Menteri Agama, agar supaja mendapat kesatuan.

Pasal 3
Maksud pasal 3 ini sama dengan pasal 3 dari Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 hanja sadja pelanggaran terhadap aturan pemberitahuan tentang talak jang didjatuhkan dan rudjuk jang dilakukan dinaikkan dari f 5,- mendjadi f 50,- agar supaja hakim dapat memberi denda setimpal dengan kesalahannja. Oleh karena tidak diberi tahu oleh pegawai pentjatat nikah, sebab pegawai pentjatat nikah tidak diberitahukannja oleh suami jang merudjuk, mendjadi tidak mengetahui hal perudjukan akan kawin lagi dengan lain, kemudian datang suaminja jang lama, sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan; atau telah kawin dengan orang lain kemudian
datang suami jang lama, sehingga perkawinan jang baru itu dibubarkan. Lebih menjedihkan lagi djika perkawinan jang baru sudah begitu rukun sehingga telah mempunjai anak.

Lain-lain pasal sudah terang dan tidak perlu didjelaskan lagi.
MENTERI AGAMA,
Ttd.
H. FATOERACHMAN.
LihatTutupKomentar