Fatwa MUI: Talak Di Luar Pengadilan Sah

Fatwa MUI: Talak Di Luar Pengadilan Sah Beberapa rumusan fatwa MUI sudah mulai disepakati dalam sidang komisi masail fiqhiyah mu’ashirah (masalah fikih komtemporer). Di antara permasalahan fikih yang menjadi sorotan komisi tersebut adalah tentang hukum talak (perceraian) di luar pengadilan.
Fatwa MUI: Talak Di Luar Pengadilan Sah
FATWA MUI: TALAK DI LUAR PENGADILAN SAH

Beberapa rumusan fatwa MUI sudah mulai disepakati dalam sidang komisi masail fiqhiyah mu’ashirah (masalah fikih komtemporer). Di antara permasalahan fikih yang menjadi sorotan komisi tersebut adalah tentang hukum talak (perceraian) di luar pengadilan.

Wacana yang bergulir di dalam Ijtima kali ini mengenai talak adalah bagaimana hukum talak tanpa persetujuan Pengadilan Agama, apakah termasuk sah atau tidak sah. Mengingat persoalan tersebut memiliki konsekuensi hukum jika sah atau tidak bila dilakukan di luar pengadilan.

Menyikapi persoalan tersebut peserta Ijtima dalam komisi fiqhiyah terpecah dalam dua kutub besar dan mengalami perdebatan yang cukup panjang. Kutub pertama menyatakan sah mentalak istri di luar pengadilan. “Alasan kelompok pertama talaq merupakan hak prerogratif suami, asalkan sesuai dengan syar’i,” kata sekretaris komisi fatwa dan pemgkajian MUI Pusat, Asrorun Ni’am Sholeh kepada arrahmah.com di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (1/7).

Dan kutub kedua, menyatakan tidak sah mentalak istri di luar pengadilan dengan alasan untuk menyelamatkan lembaga pernikahan, “Kelompok kedua beralasan tidak sah karena untuk menyelamatkan institusi pernikahann jadi harus dipersaksikan oleh pengadilan,” ujar Ni’am.

Perbedaan dua kutub tersebut, akhirnya kata Ni’am, dapat dikompromikan dan menghasilkan beberapa keputusan yang menjadi kesepakatan serta rumusan bersama untuk diajukan ke sidang pleno. Pertama, talak di luar pengadilan dinyatakan sah tetapi dengan syarat adanya alasan syar’i yang melandasi talak dan alasan itu bisa diuji kebenarannya di pengadilan.

“Jika benar secara syar’i jatuh talak, jika tidak benar secara syar’i tidak jatuh talak,” papar Ni’am sembari mencontohkan, jika seorang wanita yang ditalak tidak menerima talak dari suaminya karena merasa tidak berbuat salah dalam syar’i dapat mengujinya ke pengadilan.

Kedua, ketentuan iddah untuk istri ditentukan sejak dijatuhkannya talak. Dan ketiga, demi menghindari mafsadat dan ketidakjelasan hukum, talak di luar pengadilan harus diberitahukan (ikhbar) ke pengadilan. “Untuk kepentingan kemaslahatan dan kepastian hukum harus dilaporkan,” ungkap Ni’am.

Selanjutnya, Komisi Fiqhiyah merekomendasikan agar pemerintah bersama ulama melakukan edukasi kepada masyarakat untuk memperkuat lembaga pernikahan dan tidak mudah menjatuhkan talak. Selain itu, Komisi fiqhiyah juga merekomendasikan agar seorang suami yang mencerai istrinya menjamin hak-hak istri yang dicerai beserta hak-hak anaknya.

Mengemukanya persoalan talak di luar pengadilan ini merupakan respon MUI atas maraknya pelaksanaan talak yang menjadi konflik ketika hal tersebut tidak diistbatkan (ditetapkan) di pengadilan.

Hasil sidang komisi B-1 masail fiqhiyah muashirah ini sendiri, masih bersifat sementara hingga mendapat persetujuan dari sidang pleno malam nanti.

***

Sah atau tidaknya talak di luar pengadilan menjadi pembahasan sengit pada Komisi B-1 Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia ke-IV di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (30/6/2012) malam.

Berbagai pendapat disampaikan para peserta. Menurut perwakilan MUI Sulawesi Selatan, KH Arifin Hamid talak di luar pengadilan adalah sah.

“Peran pengadilan (hanya) melegitimasi perceraian tersebut,” kata Kiai Arifin.

Sikap yang sama juga ditunjukkan KH Hamdan Rasyid dari MUI DKI Jakarta. Talak, kata Kiai Hamdan, adalah hak suami.

“Meski faktanya gugatan cerai lebih banyak dilakukan pihak perempuan, tetapi suami tetap pegang kendali,” katanya.

Dalam ketentuan fikih, jelas Kiai Hamdan, talak tidak diperlukan saksi, seperti halnya akad nikah.

“Menikah adalah menghalalkan hal yang haram, sehingga diperlukan saksi. Sementara talak adalah melepas, sehingga tidak perlu memerlukan saksi,” kata Kiai Hamdan.

Sehingga, lanjutnya, talak di luar pengadilan adalah sah.

Sementara itu, Muclish Bahar, Dekan Fakultas Syariah IAIN Padang, Sumatera Barat menilai talak yang sah itu adalah yang dilakukan di pengadilan.

“Dengan argumentasi untuk menjaga hak-hak isteri,” kata Muclish.

Untuk mencari titik temu peserta menyepakati untuk membuat tim perumus persoalan ini.

Seperti diketahui, Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI merupakan agenda rutin tiga tahun sekali yang membahas berbagai persoalan keumatan. Ijtima Ulama ke-4 berlangsung pada 29 Juni-2 Juli 2012.

Menurut panitia, Ijtima Ulama kali ini dihadiri sekira 750 peserta yang terdiri dari pengurus MUI tingkat pusat, provinsi, kota atau kabupaten, dan perwakilan dari negara-negara Asia.*

Dari berbagai sumber (Detik, Hidayatullah, Arrahmah)
LihatTutupKomentar