Yajuj dan Majuj Dalam Qur'an

Ya'juj dan Ma'juj Dalam Qur'an Al Qur'an dua kali menyebutkan kata "Ya'juj dan Ma'juj". Pertama, di surat Al Kahfi ayat 94, yang berbunyi: "Mereka berkata: Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya membuat dinding antara kami dan mereka?"
Ya'juj (Yajuj) dan Ma'juj (Majuj) Dalam Al-Qur'an

Al Qur'an dua kali menyebutkan kata "Ya'juj dan Ma'juj". Pertama, di surat Al Kahfi ayat 94, yang berbunyi: "Mereka berkata: Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya membuat dinding antara kami dan mereka?"

Kedua, surat Al Anbiya ayat 96-97, berbunyi: "Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh penjuru yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari Kiamat)... ."

Itulah dua ayat Qur'an yang menyebutkan tentang Ya'juj dan Majuj. Ayat 94 surat Al Kahfi berbicara perihal Ya'juj dan Ma'juj di masa lalu. Tentang sifat mereka yang suka membuat kerusakan di dunia, sampai kemudian Dzulqarnain membuat benteng yang menghalangi mereka, dan mereka tidak mampu bangkit lagi semenjak zaman Dzulqarnain itu, juga zaman-zaman setelahnya. Sementara surat Al Anbiya berbicara dengan jelas tentang Ya'juj dan Ma'juj di masa depan dan perihal kebangkitannya ketika mendekati hari Kiamat.

Kata "dibukakan" atau dalam bahasa Arab "futiha" menurut DR. Shalah Abdul Fatah Al Khalidi penulis buku "Kisah-Kisah Orang Dahulu dalam Qur'an", yaitu diartikan secara makna bukan sebenarnya. Menurutnya, itu merupakan kehendak Allah atas mereka untuk keluar dari negerinya, dan dibiarkannya melakukan kerusakan di atas dunia dan negeri-negeri yang mereka kehendaki. Ini merupakan kebangkitan mereka terbesar dan terakhir sepanjang sejarah, menjelang hari Kiamat.

Kalimat pada ayat surat Al Anbiya yang berbunyi, "dan mereka turun dengan cepat dari seluruh penjuru yang tinggi." Menunjukkan besarnya kekuatan, jumlah personel yang mereka miliki, dan kerasnya ekspansi yang mereka lakukan.

B. Apakah Nama Ya'juj dan Ma'juj dari Bahasa Arab?

Para ahli bahasa Arab berbeda pendapat tentang asal kalimat Ya'juj dan Ma'juj ini. Ada yang mengatakan keduanya berasal dari bahasa Arab, dan ada juga yang menolak pendapat itu kemudian berpendapat Ya'juj dan Ma'juj berasal dari bahasa Asing kemudian diarabkan. Pendapat kedua ini adalah pendapat yang paling benar. Karena kabilah atau kelompok Ya'juj dan Ma'juj ini sudah ada sebelum peradaban Arab lahir dan sebelum diletakkannya tata bahasa Arab. Kata Ya'juj dan Ma'juj sama halnya dengan kata Iblis, Adam, Hawa, Ibrahim, Musa, Harun, Taurat dan Injil, yang kesemua itu bukan berasal dari bahasa Arab. Menurut Abu Kalam Azadi, seorang ulama besar dari India, kata Ya'juj dan Ma'juj adalah kata asing yang berbentuk Ibrani (Bahasa Yahudi). Ya'juj dan Ma'juj dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama "Gag" dan "Magag". Bentuk kata Gag dan Magag ini, digunakan juga dalam tujuh terjemahan kitab Taurat (Perjanjian Lama) dan banyak ditemukan dalam bahasa-bahasa Eropa.

Legenda mengenai Ya’juj dan Ma’juj tak hanya dikenal di dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Kristen dan Yahudi pun kisah mengenai se kelompok manusia yang bakal membuat kerusakan besar di muka Bumi itu juga diceritakan, lebih dikenal dengan nama Gog dan Magog. Adalah Zulkarnain, seorang raja besar pada masa lalu yang telah mengurung kaum Ya’juj dan Ma’juj di sebuah lembah di antara dua gunung tinggi (assaddain) dengan cara membangun tembok penghalang terbuat dari besi dan tembaga, seperti diceritakan dalam Alquran surah al-Kahfi ayat 93-97.

Lalu, dalam ayat selanjutnya, disebutkan bahwa suatu saat tembok itu akan runtuh dan kaum Ya’juj dan Ma’juj akan keluar. “Dan, pada hari itu (ketika tembok terbuka), kami biarkan mereka bercampur baur satu sama lain seperti gelombang.…” Dalam Alquran versi Departemen Agama, kalimat “pada hari itu” (yawma idhin) dari ayat ke-99 surah al-Kahfi ini diartikan sebagai hari kiamat. Namun, Dr Imran Nazar Hosein, cendekiawan Muslim kelahiran Trinidad dan Tobago 70 tahun silam punya pendapat lain atas ayat itu.

Karena ayat ke-98 menceritakan mengenai akan runtuhnya tembok penghalang Ya’juj dan Ma’juj maka lebih tepat bila kalimat pada hari itu ditafsirkan sebagai hari ketika tembok itu benar-benar runtuh. Hari ketika kaum perusak itu akhirnya bisa keluar dari lembah yang mengurung mereka dan kemudian bertebaran di seluruh penjuru Bumi seperti gelombang lautan dan kemudian bercampur baur dengan ras-ras manusia lainnya.

Ini dijelaskan juga dalam surah al-Anbiyaa ayat 96, dari terjemahan versi Departemen Agama. “Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.”

Pertanyaan utamanya, kapankah tembok Zulkarnain itu runtuh? Atau, lebih tepatnya, apakah kaum Ya’juj dan Ma’juj itu sudah keluar dan bertebaran untuk membuat kerusakan di muka Bumi? Kisah dari Zainab binti Jahzy, hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di atas dianggap Imran Hosein sebagai konfirmasi bahwa pada zaman Nabi Muhammad masih hidup tembok itu sudah mulai terbu ka. Artinya, dalam beberapa abad setelahnya, kemungkinan besar kaum Ya’juj dan Ma’juj sudah menemukan jalan keluar.

Dalam kisah sama yang diriwayatkan dalam sahih Bukhari, ada versi yang lebih panjang ketika Zainab binti Jahsy akhirnya bertanya kepada Nabi Muhammad. “Ya Rasulullah, apakah kita (bangsa Arab) akan dihancurkan walaupun masih ada orang beriman di antara kita?” Nabi menjawab, “Ya, ketika kemaksiatan merajalela.”

Pendapat Imran Hosein yang menulis beberapa buku mengenai hari akhir, terutama kajian takwil surah al-Kahfi, ini juga didasarkan pada belum ditemukannya bukti-bukti arkeologis apa pun mengenai tembok yang dibangun Zulkarnain. Saat ini, tak ada satu pun sudut Bumi yang belum pernah dijelajahi manusia atau luput dari intaian kamera satelit. Bila Ya’juj dan Ma’juj masih terkurung dalam lem bah maka seharusnya tembok buatan Zulkarnain itu masih kokoh menjulang dan mudah ditemukan. Bila sudah tak ada tanda- tanda keberadaan tembok besar di sebuah lembah curam maka ber arti tembok itu sudah runtuh dan menjadi tugas arkeolog untuk menemukan sisa-sisanya.

Ada pendapat sebagian mufasir yang mengatakan bahwa tembok itu dibangun di daerah Kaukasia, di antara dua lautan (Laut Hitam dan Laut Kaspia). Ini merupakan hasil penafsiran surah al-Kahfi ayat 86-90 berkenaan dengan perjalanan Zulkarnain yang bertemu dua perairan berwarna pekat di bagian barat dan timur dengan pen duduk yang bahasanya tak bisa dipahami. Wilayah dengan topografi penuh pegunungan tinggi dan lembah curam itu cocok dengan wilayah perbatasan antara Georgia dan Rusia, berada di barisan pegunungan Kakukasus antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, tepatnya di Gunung Kazbek dan lembah Sungai Terek, yang dikenal dengan nama Ngarai Darial.

Yerusalem
Namun, Imran Hosein yang dikenal mendukung tafsir semantik atas Alquran itu juga menjelaskan bahwa tanda-tanda lepasnya Ya’juj dan Ma’juj juga telah dinubuatkan. Salah satu petunjuknya ada pada surah al-Anbiyaa ayat 95, “Sungguh tidak mungkin atas penduduk suatu negeri yang telah kami binasakan bahwa mereka tak akan kembali.” Lihat bahwa ayat ke-96 kemudian menyebut mengenai runtuhnya tem bok penghalang Ya’juj dan Ma’juj. Artinya, ada suatu kaum yang dulu menghuni sebuah negeri atau tempat dan tak bisa kembali lagi ke tempat asal mereka sampai akhirnya mereka bisa kembali lagi setelah tembok penghalang Ya’juj dan Ma’juj runtuh dan kaum perusak itu menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Di sini, Alquran dan Injil bersepakat bahwa ada satu kaum yang dahulu menghuni sebuah negeri dan kemudian dihancurkan dan mereka dilarang kembali lagi ke negeri itu. Negeri itu, dalam hal ini adalah sebuah kota bernama Yerusalem yang merupakan kampung halaman bangsa Yahudi. Dalam sejarahnya, Nebukadnezar penguasa Babilonia (Mesopotamia) pernah menghancurkan Kerajaan Yehuda dan mengusir kaum Yahudi keluar dari Yerusalem pada abad ke-6 SM sehingga mereka berdiaspora.

Kaisar Romawi Hadrian kemudian membangun kembali sebuah kota di dekat reruntuhan Yerusalem pada 70 M yang diberi nama Aelia Capitolina. Langkah Hadrian menempatkan patung-patung dewa dan kuil Romawi di bekas Yerusalem menimbulkan perlawanan kaum Yahudi yang masih tersisa di tem pat itu yang dikenal dengan na ma pemberontakan Bar Kokhba. Hadrian murka dengan pemberontakan itu. Bertekad membasmi Yudaisme di Yerusalem, Romawi kembali mengusir kaum Yahudi.

Sumber: Al-Quran, Al-Hadits, Republika, dll
LihatTutupKomentar